Jumat, 30 September 2011

Harapan

Ira dan dio namanya

Termenung memikirkan sepiring nasi karena sejak pagi belum makan...
Perut ini meraung kelaparan,berharap setidaknya septong roti sobek dapat sedikit memanjakanya tak berharap ayam goreng ataupun makan laut .
Buat minum saja mereka cuma seadanya.
Hidup penuh perjuangan,jika tak mau raga ini tergeletak di pinggir jalan karena mati kelaparan makan dengan membawa kecrekan mereka mulai mengais receh demi receh.
Walupun panas menghadang,debu-debu jalanan bertebaran mereka tetap melangkahkan kaki mereka dengan wajah penuh harapan.

Harapan,ituLah kekuatan yg tak pernah mati di dalam diri mereka.
Bukan harapan untuk mempunyai baju yg layak,mainan yg bagus tapi harapan mereka adalah dapat menyambung hidup kembali.
Mengitari jalan-jalan ibu kota,dengan penuh keringat,penuh bahaya ,penuh debu dan polusi.

Kita mulai .Namanya Ira mempunyai,ibu seorang Tukang cuci.
berbadan ringkih,kurus penuh kemuraman.berharap riski halal yg dia kerjakan.
Dio tak tahu di mana ayahnya,ditinggal sejak bayi tak tau penyebabnya,ibunya hanya seorang pemulung yg memunguti kardus dan plastik bekas di jalanan.
Mereka bangun rumah dari triplek dan kardus bekas di tepi kali ciliwung,selalu saja terkena gusuran entah dengan berbagai alasan dari mereka yg mempunyai tumpukan rupiah.
Bila malam tiba,mereka harus rela berselimutkan hawa dingin di kolong jembatan,di temani nyanyian nyamuk dan suara bising kendaraan.Belum lagi harus menghadapi hentakan suara preman.
muka mereka pun penuh debu kusam
dengan baju rombeng seaadanya mereka menyanyi di tengah kebisingan kota  pagi sampai malam demi sebuah uang dan uang,tersenyum dalam peluh menyapa para pemberi receh,dan  mereka berharap para pengguna angkutan umum atau pengguna jalan memberi sedikit harapan untuk menyabung hidup.
Meraka berkeliaran di jalan-jalan dengan suara dan nafas sesak menahan polusi udara di jalan
Dio berkata kalau hari ini bisa makan ya sudah alhamdulilah,tp dalam hati mereka terselip sebuah harapan dan doa,agar bisa tetap sekolah dan punya rumah yg beratap dan berjendela.

Akankah kita dapat menyadari bahwa apa yang kita dapat adalah hal yang luar biasa ,Kita harus dapat melihat mereka bahwa dengan himpitan kesulitan kita masih punya sebuah harapan dan TUHAN yg selalu memberi kasihnya kepada setiap mereka yg berusaha.TUHAN tidak pernah tidur itu yang saya tau .
Saya yakin mereka dengan kepala tegak pasti mengucap aku pasti bisa bahagia.
@ jalan layang Tomang ,jakarta 

Senin, 26 September 2011

TEMAN

Teman ? ya kawan bermain ada di saat senang tapi entah di mana ada di saat duka .hal itupun seakan wajar di tengah persaingan kelas hidup yang sengit .
Teman kuliah semester 5 ya ini dia ,Hal yang cukup menyenangkan yang saya dapat dalam kehidupan bersosialisasi saya selama ini ,mereka adalah teman teman yang di bilang ya cukup baik ,haha
Banyak tawa yang berputar di antara persahabatan ini banyak duka dan amarah yang terus berjalan di antara persahabatan ini ,sempat banyak perkataan yang banyak memicu konflik banyak sikap yang memicu pergerakan yang emosional tapi semua seakan hilang seperti sebuah debu yang di tiup angin .ya hilang karena canda tawa yang lepas tanpa sekat tanpa pembatas tanpa topeng !!!
Kami saling bantu dalam urusan apa pun dan sekecil apa pun .
ada sikap egois ada sikap sok tau ada sikap sombong ada sikap bodoh ada sikap pemarah tapi sekali lagi kami menjadi satu keutuhan yang satu karena sebuah tawa :-)

Minggu, 25 September 2011

dimana keberagaman

Salah seorang sahabat saya telah menulis tentang isu yang cukup berpotensi menghasilkan ‘gesekan’ terhadap kehidupan umat beragama. Topiknya adalah tentang pelarangan pembangunan gereja.
Saya pribadi sejujurnya jengah juga melihat spanduk spanduk yang bertuliskan tentang pelarangan pembangunan gereja. Kenapa dilarang? Tega sekali.
Saya adalah seorang muslim. Dan tentu saja merasa sedih jika melihat spanduk yang isinya adalah tentang pelarangan pembangunan tempat saya beribadah yaitu Mesjid. Apalagi jika tulisan tersebut saya lihat dengan frekuensi yang cukup sering. Tapi apakah pernah ada pelarangan pembangunan Mesjid? Tidak pernah. Tanya kenapa.
Makin lama caranya makin ekstrim dan penuh dengan kekerasan. Entah mereka baca dimana. Bahwa melakukan hal hal yang berbuntut kerusuhan adalah sesuatu yang ‘diperbolehkan’ atas nama Tuhan.
Entah bagaimana awalnya. Seperti ada dendam dalam setiap aksi aksi anti seperti ini.
Emang ngelarang bikin gereja ada manfaatnya? Emang bikin orang jadi makin rajin Solat?
Ini bukan negara milik sebuah agama. Ini negara demokrasi.
Daripada ngelarang bikin gereja, mending ngurusin umat sendiri. Yang hobinya bikin bom bunuh diri.
Sudahlah.
#NowPlaying ♫ Ello – Buka Semangat Baru

Kamis, 22 September 2011

SEKOLAH ? WHAT ?

Saya adalah anak yang tidak pernah menyukai sekolah.
Orang tua saya, khususnya Ibu saya. Selalu kewalahan menghadapi masa masa sekolah saya. Dari SD sampai SMA, saya bukanlah anak yang bisa diharapkan untuk mengerjakan PR atau menyelesaikan tugas tugas sekolah sendiri tanpa paksaan dari pihak sekolah dan orang tua. Saya sempet dibawa ke psikolog untuk memastikan bahwa tidak ada kelainan yang berlebihan dalam perilaku saya sebagai anak kelas 5 SD.
Bukan tanpa alasan saya nggak suka yang namanya sekolah.
Pertama, mereka (sekolah) nggak pernah memberikan ruang agar kreatifitas saya dijadikan sesuatu yang berharga secara akademis. Saya sadar bahwa saya emang nggak pandai berhitung dan menghafal pasal pasal UUD yang menurut saya sampai sekarang nggak ada gunanya (paling tidak buat saya pribadi). Tapi saya yakin bahwa saya bisa berkesenian dengan baik dalam bidang lain. Tapi alih alih mendukung bidang yang menjadi keunggulan saya, mereka justru memaksa setiap muridnya untuk pandai matematika dan ekonomi. Lalu kemudian diadakan olimpiade untuk kedua hal tersebut. Pemenangnya mendapat gelar murid teladan. Klise.
Bukankah tidak ada satu bidang untuk semua orang? Semua orang adalah unik dan memiliki ketertarikan pada hal yang berbeda beda. Standarisasi akademis sering memaksa kita sebagai murid menjadi tidak memiliki pilihan lain untuk menuangkan prestasi. Semua dipukul rata. Dan kita harus melakukannya.
SMP ya itu adalah masa di mana saya merasakan bagaimana sebuah pendidikan terbuang masa masa saya bermainpun hilang ,saya di masukan asrama ya saya ini atlet tenis meja ,asrama yang jauh dari kedua oramg tua saya ,lain kali pasti akan saya ceritakan soal ini.
Masa SMA saya adalah masa dimana pembelajaran menjadi tidak penting. Kenapa? Karena saya saat itu sudah tau apa yang saya ingin lakukan dalam hidup saya. Saya ingin jadi sesuatu yang berbeda pemikir yang handal. Titik.
Namun justru di masa itu, masa yang menurut saya adalah saat yang sangat krusial untuk memilih kemana kita akan berjalan dan melangkah, justru sering di sesatkan ke arah yang sama sekali lain dan bertolak belakang dengan keinginan kita. Beruntung saya adalah anak yang keras kepala dan nggak suka diatur kalo menurut saya anjurannya nggak logis. Jadi ini membuat saya bergelut untuk tetap melakukan apa yang saya mau. Apapun taruhannya saat itu.
Sungguh memilukan.  ketika kita selesai menunaikan pendidikan di SMA, kita langsung dihadapkan dengan kenyataan “Memilih Jurusan Kuliah yang Baik dan TIDAK SALAH PILIH.”
Bagaimana mungkin!?
Selama masa pendidikan 12 tahun kita tidak diberikan pilihan untuk melakukan ketertarikan di bidang masing masing. Ada yang suka otomotif, olahraga, musik, teater, tari, bahasa, namun jarang sekali ada penyuluhan untuk hal hal tersebut. Yang ada hanyalah ekstrakurikuler. Hal yang menjadi jalan hidup kita hanya dijadikan sebuah ‘ekstra’. Ironis.
Tidak heran banyak sekali orang yang ‘terpaksa’ masuk jurusan jurusan umum seperti ekonomi dan komunikasi. Bagus kalo memang mereka mau masuk sana, tapi realitanya adalah mayoritas orang yang mendaftar jurusan itu bukan karena memang mereka mau, tapi karena alasan klise “Ya daripada gue nggak kuliah?”
Dari tekanan pendidikan 12 tahun lalu kemudian dalam waktu kurang dari 6 bulan kita sudah harus menentukan arah hidup? Brillian.
Mungkin memang ada anak anak teladan yang sah sah saja dengan semua ini, tapi saya nggak mewakili mereka. Saya mewakili saya sendiri, dan kalian yang mungkin berpikiran sama dengan saya. Bahwa ada hal hal lain diluar pendidikan formal yang menjadi tujuan hidup kita namun tidak mendapat perhatian dan dukungan dari pihak yang memiliki andil besar dalam pendidikan kita, yaitu Sekolah.
Sekolah sebenernya nggak buruk. Sistemnya aja yang udah harus berubah. Mereka harus bisa lebih interaktif dan reaktif terhadap bakat dan keunggulan tiap tiap siswa secara individu. Kalau sekolah msih terus main pukul rata bodoh dan pintar berdasarkan mata pelajaran. Maka selamanya jebolan pendidikan dasar di Indonesia tidak akan memiliki potensi berkembang.
Semoga semua perubahan dan perkembangan ini bisa terealisasi.
Jadi nggak ada lagi murid murid yang nge tweet..
“Tujuan untuk sekolah tuh cuma untuk bergembira mendengar bel istirahat dan bel pulang.”
Selama mereka masih berpikiran seperti itu, berarti ada yang salah dengan sistem di sekolah tersebut.
“Its not our fault for being an education dissidents and disdain the academics, its their responsibility to make the grade based on our personal interest. Its your future not them.”

New My Blog

ahaha ini blog pertama saya ,saya bingung yang ingin saya tulis apa tapi blog ini akan berisikan tentang kehidupan sosial ,makna kehidupan tentang realita yang ada